marquee

SELAMAT DATANG DI BLOG BP2TPM KOTA BUKITTINGGI PROVINSI SUMATERA BARAT INDONESIA

Kamis, 21 Februari 2013

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN NOMOR 23/MPP/Kep/1/1998

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN
NOMOR 23/MPP/Kep/1/1998

TENTANG
LEMBAGA-LEMBAGA USAHA PERDAGANGAN

MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN
REPUBLIK INDONESIA

Menimbang :

a.
bahwa dalam rangka tertib niaga dan kelancaran distribusi barang dan jasa serta perlindungan konsumen di dalam negeri, perlu dibuat keseragaman pengertian dan ruang lingkup kegiatan lembaga-lembaga perdagangan di dalam tata perdagangan dan distribusi nasional;
b.
bahwa untuk itu perlu dikeluarkan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdgangan;


Mengingat :

1.
Bedrijsreglementerings Ordonnantie 1934 (Lembaran Negara RI Nomor 86 Tahun 1938 sebagaimana telah diubah dan ditambah);
2.
Undang-undang Nomor 11 Tahun 1965 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 2 Prp.Tahun 1960 tentang Pergudangan (Lembaran Negara RI Tahun 1962 Nomor 31) menjadi Undang-undang; (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 2759);
3.
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (Lembaran Negara RI Tahun 1967 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 2818) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1970 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 2943);
4.
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (Lembaran Negara RI Tahun 1968 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 2853) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1970 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 2944);
5.
Undang-undang RI Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil (Lembaran Negara RI Tahun 1995 Nomor 74, dan Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3611);
6.
Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1957 tentang Penyaluran Perusahaan-perusahaan
(Lembaran Negara RI Tahun 1957 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 1144);
7.
Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1977 tentang Pengakhiran Kegiatan Usaha Asing Dalam Bidang Perdagangan (Lembaran Negara Tahun 1977 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3113); sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1996 dan terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1998 (Lembaran Negara RI Tahun 1998 Nomor 25; dan Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3734);
8.
Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1996 tentang Kegiatan Perusahaan yang Didirikan dalam Rangka Penanaman Modal Asing di Bidang Ekspor dan Impor (Lembaran Negara RI Tahun 1996 Nomor 31 dan Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3620); sebagaimana telah ditambah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1998 (Lembaran Negara RI Tahun 1998 Nomor 26; dan Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3735);
9.
Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1997 tentang Waralaba (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 49 dan Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3689);
10.
Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan (Lembaran Negara RI Tahun1997 Nomor 91 dan Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3718);
11.
Keputusan Presiden RI Nomor 96/M Tahun 1993 tentang Pembentukan Kabinet
Pembangunan VI, sebagaimana diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 388/M Tahun1995;
12.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1996 tentang Perubahan Atas
Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 1984 tentang Susunan Organisasi Departemen
sebagaimana telah Dua Puluh Lima Kali Diubah, terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1995;
13.
Instruksi Presiden RI Nomor 8 Tahun 1979 tentang Program Bantuan Kredit Konstruksi Pembangunan dan Pemugaran Pusat Pertokoan/Perbelanjaan/Perdagangan dan/atau Pertokoan;
14.
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan dan Menteri Dalam Negeri Nomor
145/MPP/Kep/5/1997 dan Nomor 57 Tahun 1997 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar dan Pertokoan;
15.
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 402/MPP/Kep/11/1997 tentang Ketentuan Perizinan Usaha Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing;
16.
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 408/MPP/Kep/10/1997 tentang Ketentuan dan tata Cara Pemberian Tanda Daftar Usaha Perdagangan (TDUP) dan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).



MEMUTUSKAN
Menetapkan :

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN TENTANG
LEMBAGA-LEMBAGA USAHA PERDAGANGAN.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Keputuan ini yang dimaksud dengan :

1.
Perdagangan, adalah kegiatan jual beli barang dan/atau jasa yang dilakukan secara terusmenerus dengan tujuan pengalihan hak atas barang dan/atau jasa dengan disertai imbalan atau kompensasi.
2.
Pedagang, adalah perorangan atau badan usaha yang melakukan kegiatan
perniagaan/perdagangan secara terus-menerus dengan tujuan memperoleh laba.
3.
Lembaga Perdagangan, adalah suatu institusi/badan yang dapat berbentuk perorangan atau badan usaha baik sebagai Eksportir, Importir, Pedagang Besar, Pedagang Pengecer, ataupun lembaga-lembaga perdagangan lain yang sejenis, yang di dalam tatanan pemasaran barang dan/atau jasa, melakukan kegiatan perdagangan dengan cara memindahkan barang dan/atau jasa baik langsung maupun tidak langsung dari produsen sampai pada konsumen.
4.
Eksportir, adalah perorangan atau badan usaha yang melakukan perdagangan dengan cara mengeluarkan barang atau jasa dari dalam ke luar wilayah pabean Indonesia dengan memenuhi ketentuan peraturan perundng-undangan yang berlaku.
5.
Importir, adalah perorangan atau badan usaha yang melakukan perdagangan dengan cara memasukkan barang atau jasa dari luar ke dalam wilayah pabean Indonesia dengan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
6.
Pedagang Besar (Wholesaler), adalah perorangan atau badan usaha yang bertindak atas namanya sendiri, dan atau atas nama pihak lain yang menunjuknya untuk menjalankan kegiatan dengan cara membeli, menyimpan, dan menjual barang dalam partai besar secara tidak langsung kepada konsumen akhir.
7.
Pedagang Pengecer (Retailer), adalah perorangan atau badan usaha yang kegiatan pokoknya
melakukan penjualan secara langsung kepada konsumen akhir dalam partai kecil.
8.
Pedagang Informal, adalah perorangan yang tidak memiliki badan usaha yang melakukan kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa dalam skala kecil yang dijalankan oleh pengusahanya sendiri berdasarkan azas kekeluargaan.
9.
Distributor Utama (Main Distributor), adalah perorangan atau badan usaha yang bertindak atas namanya sendiri yang ditunjuk oleh pabrik atau pemasok untuk melakukan pembelian, penyimpanan, penjualan serta pemasaran barang dalam partai besar secara tidak langsung kepada konsumen akhir terhadap barang yang dimiliki/dikuasai oleh pihak lain yang menunjuknya.
10.
Perkulakan (Grosir), adalah perorangan atau badan usaha yang membeli dalam partai besar berbagai macam brang dari berbagai pihak dan menjual dalam partai besar barang tersebut sampai kepada Sub Distributor dan/atau Pedagang Eceran.
11.
Sub Distributor, adalah perorangan atau badan usaha yang ditunjuk oleh Distributor Utama atau Grosir yang bertindak atas namanya sendiri untuk melakukan kegiatan penjualan barang dalam partai besar sampai pada Pengecer.
12.
Pemasok Besar (Main Supplier) adalah perorangan atau badan usaha yang bertindak atas namanya sendiri secara teratur memenuhi kebutuhan pihak-pihak lain dengan berbagai macam barang dalam partai besar yang oleh pihak-pihak lain tersebut membelinya dengan tujuan untuk dijual kembali atau digunakan dalam kegiatan usahanya.
13.
Dealer Besar, adalah perorangan atau badan usaha yang ditunjuk untuk melakukan kegiatan perdagangan partai besar barang-barang dari satu merek dagang tertentu yang
dimiliki/dikuasai oleh Pemegang Merek atau Agen Tunggal Pemegang Merek.
14.
Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) termasuk agen Pemegang Lisensi adalah
perorangan atau badan usaha yang ditunjuk untuk dan atas nama pabrik pemilik merek barang tertentu untuk melakukan penjualan dalam partai besar barang dari pabrik tersebut.
15.
Agen, adalah perorangan atau badan usaha yang bertindak sebagai perantara untuk dan atas nama pihak yang menunjuknya untuk melakukan pembelian, penjualan/pemasaran tanpa melakukan pemindahan atas fisik barang.
16.
Agen Pabrik (Manufactures Agent) adalah agen yang melakukan kegiatan penjualan atas nama dan untuk kepentingan pabrik yang menunjuknya tanpa melakukan pemindahan fisik barang.
17.
Agen Penjualan (Sales Agent) adalah agen yang melakukan penjualan atas nama dan untuk kepentingan pihak lain yang menunjuknya tanpa melakukan pemindahan fisik barang.
18.
Agen Pembelian (Purchasing Agent) adalah agen yang melakukan pembelian atas nama dan untuk kepentingan pihak lain yang menunjuknya tanpa melakukan pemindahan fisik barang.
19.
Agen Penjualan Pemegang Merek (APPM), adalah agen yang melakukan penjualan atas nama dan untuk kepentingan Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) yang menunjuknya.
20.
Pemasok (Supplier), adalah perorangan atau badan usaha yang bertindak atas namanya sendiri secara teratur memenuhi kebutuhan pihak-pihak lain dengan berbagai macam barang dalam partai kecil yang oleh pihak-pihak lain tersebut membelinya dengan tujuan untuk dijual kembali atau digunakan dalam kegiatan usahanya.
21.
Dealer Pengecer, adalah perorangan atau badan usaha yang ditunjuk oleh Dealer Besar untuk melakukan kegiatan perdagangan dengan cara membeli dan menjual kembali barang-barang dari satu merek dagang tertentu dalam partai kecil.
22.
Pengecer Tanpa Toko (Non Store Retailer), adalah perorangan atau badan usaha yang melakukan penjualan barang-barang dari rumah ke rumah (door to door), penjualan melalui pos (mail order), penjualan dengan mesin otomatis, telepon, internet atau sejenisnya dengan tidak menggunakan fasilitas toko.
23.
Pedagang Keliling, adalah perorangan yang melakukan penjualan barang-barang dengan berkeliling menggunakan kendaraan, kereta, gerobak, sepeda atau sejenisnya.
24.
Pedagang Kaki Lima, adalah perorangan yang melakukan penjualan barang-barang dengan menggunakan bagian jalan/trotoar dan tempat-tempat untuk kepentingan umum serta tempat lain yang bukan miliknya.
25.
Pedagang Asongan atau Bakul Gendong, adalah perorangan yang menawarkan dan
melakukan penjualan barang-barang dengan berjalan kaki.
26.
Warung/Kedai/Depot/Kios/Los Pasar, adalah perorangan yang melakukan penjualan
berbagai keperluan sehari-hari pada suatu tempat.
27.
Jasa Pertukangan (Reparasi), adalah usaha jasa yang dijalankan perorangan untuk
memperbaiki barang-barang seperti jam, sepatu, tas, TV, Radio, Computer, dan lain-lain yang sifatnya melayani konsumen di daerah sekitar usaha tersebut berlangsung dengan menggunakan tempat dan peralatan yang sederhana.
28.
Jasa-jasa Pedagang Informal, adalah usaha jasa yang dijalankan perorangan seperti antara lain pelayanan pembantu rumah tangga (pramu wisma), pramu niaga, pramu saji, tukang kebun, sopir, tukang batu, tukang kayu, tukang urut, jasa pemondokan, jasa rantangan dan lain-lain yang dilaksanakan dalam skala kecil.
29.
Kantor Pusat Operasional Perusahaan (Company Head Quarters), adalah suatu
perusahaan yang oleh perusahaan induk/kantor pusatnya ditugaskan untuk melayani kantorkantor cabang atau jaringan dari perusahan induk/kantor pusat tersebut.
30.
Kantor Cabang Perusahaan, adalah perusahaan yang merupakan unit atau bagian dari perusahan induknya yang dapat berkedudukan di tempat yang berlainan dan dapat bersifat berdiri sendiri untuk melaksanakan sebagian tugas dari perusahaan induknya.
31.
Kantor Perwakilan Perusahaan, adalah suatu perusahaan yang dikelola oleh perorangan, yang ditunjuk untuk melakukan promosi dan riset pasar mewakili kepentingan perusahaanyang menunjuknya.
32.
Toko, adalah tempat atau bangunan yang diperuntukan bagi perorangan, perusahaan atau koperasi untuk melakukan penjualan secara langsung kepada konsumen.
33.
Toko Khusus (Special Store), adalah toko yang menjual hanya 1 (satu) jenis/macam barang.
34.
Toko Serba Ada (Department Store), adalah toko skala besar untuk melakukan penjualan berbagai macam barang.
35.
Toko Swadaya (Independent Store), adalah toko skala kecil yang dimiliki/dikuasai seorang sebagai pimpinannya untuk melakukan penjualan berbagai macam barang.
36.
Toko Jejaring (Corporate Chain Store), adalah sejumlah toko yang tersebar di berbagai tempat dan dimiliki/dikuasai oleh sekelompok orang/perorangan, perusahaan atau koperasi untuk melakukan penjualan barang-barang dengan jenis dan cara/struktur distribusi yang sama.
37.
Toko Swalayan (Self Service Store), adalah toko yang melakukan penjualan barang-barang dengan tidak menggunakan bantuan pelayanan.
38.
Toko Satu Jalur (Single Line Store), adalah toko yang menjual hanya 1 (satu) kelompok barang sejenis.
39.
Mall/Super Mall/Plaza, adalah tempat atau bangunan (toko) dalam skala besar untuk usaha perdagangan, rekreasi, restoran dan sebagainya yang diperuntukkan bagi kelompok, perorangan, perusahaan atau koperasi untuk melakukan penjualan barang-barang dan/atau jasa.
40.
Pertokoan (Shopping Centre), adalah suatu wilayah lingkungan/tempat/bagian pertokoan dimana terdapat bangunan toko-toko sepanjang tepi jalan dan atau wilayah lain yang dapat dijangkau oleh transportasi dan masyarakat, dan ditetapkan oleh Pemerintah Daerah sebagai daerah pertokoan yang pengelolaannya dilakukan secara mandiri oleh Pedagang Kecil dan Menengah, dan Koperasi, dimana tata pelayanannya dapat menggunakan cara pelayanan modern dan teknologi maju antara lain swalayan.
41.
Pasar, adalah tempat bertemunya pihak penjual dan pihak pembeli untuk melaksanakan transaksi dimana proses jual beli terbentuk, yang menurut kelas mutu pelayanan dapat digolongkan menjadi Pasar Tradisional dan Pasar Modern, dan menurut sifat pendistribusinya dapat digolongkan menjadi Pasar Eceran dan Pasar Perkulakan/Grosir.
42.
Pasar Modern, adalah pasar yang dibangun oleh Pemerintah, Swasta, atau Koperasi yang dalam bentuknya berupa Mall, Supermarket, Department Store, dan Shopping Centre dimana pengelolaannya dilaksanakan secara modern, dan mengutamakan pelayanan kenyamanan berbelanja dengan manajemen berada disatu tangan, bermodal relatif kuat, dan dilengkapi label harga yang pasti.
43.
Pasar Tradisional, adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Swasta,
Koperasi atau Swadaya Masyarakat dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda, yang dimiliki/dikelola oleh Pedagang Kecil dan Menengah, dan Koperasi, dengan usaha skala kecil dan modal kecil, dan dengan proses jual beli melalui tawar-menawar.
44.
Pasar Grosir, adalah pasar tempat dilakukannya usaha perdagangan partai besar.
45.
Pasar Eceran, adalah pasar tempat dilakukannya usaha perdagangan dalam partai kecil
46.
Pasar Swalan (Super Market), adalah pasar yang kegiatan usahanya menjual barang-barang kebutuhan sehari-hari secara langsung kepada konsumen dengan teknik pelayanan oleh konsumen itu sendiri.
47.
Penjualan melalui Media (Mail Order), adalah suatu cara atau metode penjualan barang dan/atau jasa dengan cara tak langsung melalui media (TV, radio, internet, koran, majalah dan sejenisnya).
48.
Penjualan dengan cara Waralaba (Franchise), adalah suatu cara atau metode penjualan barang dan/atau yang dilakukan oleh perorangan, perusahaan, atau koperasi dengan memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan dalam perjanjian dengan pihak lain tersebut.
49.
Penjualan Berjenjang (Multi Level Marketing), adalah suatu cara atau metode penjualan secara berjenjang kepada konsumen melalui jaringan pemasaran yang dikembangkan oleh perorangan atau badan ysaha yang memperkenalkan baranng dan/atau jasa tertentu keapda sejumlah perorangan atau badan usaha lainnya secara berturut-turut yang bekerja berdasarkan komisi atau iuran keanggotaan yang wajar.
50.
Penjualan dari rumah ke rumah (Door to door Sales), adalah suatu cara atau metode penjualan barang dan/atau jasa dari suatu tempat/rumah ke tempat/rumah lainnya.


BAB II
PENGGOLONGAN
Pasal 2

(1)
Termasuk sebagai Perdagangan Besar adalah Distributor Utama, Perkulakan (Grosir), Sub Distributor, Pemasok Besar (Main Supplier), Dealer Besar, dan Agen Tunggal Pemegang Merek.
(2)
Pedagang Besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :
a) menguasai gudang secukupnya sesuai dengan kebutuhan barang yang diperdagangkan;
b) mempunyai jaminan sarana transportasi yang cukup;
c) menerapkan manajemen modern dalam pengelolaan usahaanya.


Pasal 3

(1)
Termasuk sebagai Pedagang Pengecer (Retailer) adalah agen Pabrik dan Agen penjualan, Agen Pembelian, Agen Penjualan Pemegang Merek, Pemasok (Supplier), Dealer Pengecer, dan Pengecer Tanpa Toko.
(2)
Pedagang Pengecer (Retailer), sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibedakan menjadi Pedagang Pengecer Skala Kecil dan Pedaganga Pengecer Skala Besar.
a).  Pedagang Pengecer Skala Kecil harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :
      1) Memiliki modal usaha di luar tanah dan bangunan tempat usaha tidak lebih dari
           Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah);
      2) Hanya memperkerjakan beberapa orang atau dikerjakan oleh pemilik sendiri
          dan keluarganya.;
b). Pedagang Pengecer Skala Besar harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
     1) Memiliki modal usaha di luar tanah dan bangunan tempat usaha sekurang-
          kurangnya Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah);
      2) Menggunakan teknologi pemasaran dan pelayanan modern;
      3) Menguasai gudang secukupnya sesuai dengan komoditi yang diperdagangkan;
      4) Menerapkan menajemen modern dalam pengelolaan usahanya;


Pasal 4

(1)
termasuk sebagai Pedagang Informal adalah Pedagang Keliling, Pedagang Kaki Lima,
Pedagang Asongan, Pedagang Kelontong, Bakul Gendong, Kedai, Warung, Depot, Los Pasar, Jasa Reparasi, Jasa Pertukangan dan Jasa-jasa Pedagang Informasl lainnya.
(2)
Pedagang Informal harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
1)  memiliki modal usaha di luar tanah dan bangunan tempat usaha tidak lebih dari
Rp. 5.000.000,- (;ima juta rupiah);
2) dikerjakan sendiri atau oleh beberapa orang;
3) jenis kegiatan usaha yang dijalankan umumnya tidak tetap.



BAB III
KETENTUAN LAIN
Pasal 5

(1)
Pedagang Besar dalam melaksanakan kegiatan usahanya dapat mempekerjakan sebanyakbanyaknya 10 (sepuluh) orang tenaga kerja asing yang berlatar belakang pendidikan Sarjana (S1) atau setara dengan S1 dan berpengalaman kerja sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dibidang dimana ia akan ditempatkan sebagai pembantu teknis (technical assistant).
(2)
Untuk setiap tenaga kerja asing yang dipekerjakan oleh Pedagang Besar sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) Pedagang Besar tersebut diwajibkan juga untuk mempekerjakan sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang tenaga kerja Indonesia sebagai tenaga ahli atau tenaga Administratif.
(3)
Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang (TKWNAP), tidak dibenarkan menduduki jabatan di bidang personalia.


Pasal 6

Pedagang Besar dilarang melakukan kegiatan sebagai Pedagang Pengecer dan Pedagang
Informal.

Pasal 7

(1)
Pedagang pengecer dapat mempekerjakan sebanyak-banyaknya 3 (tiga) orang tenaga kerja asing yang berlatar belakang pendidikan Sarjana (S1) atau yang setara dengan S1 dan berpengalaman kerja sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun di bidang dimana ia akan ditempatkan sebagai pembantu teknis (technical assitant).
(2)
Untuk setiap tenaga kerja asing yang dipekerjakan oleh Pedagang Pengecer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pedagang Pengecer tersebut diwajibkan juga untuk mempekerjakan sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang tenaga kerja Indonesia sebagai tenaga ahli atau tenaga administratif.
(3)
Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang (TKWNAP), tidak dibenarkan menduduki jabatan di bidang personalia.


Pasal 8

(1)
Pedagang Besar wajib menerbitkan daftar harga dan Pedagang Pengecer wajib mencantumkan harga pada barang yang dijualnya.
(2)
Daftar harga dan harga sebagimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan dalam rupiah (Rp).
(3)
Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) dan Agen penjualan Pemegang Merek (APPM)
harus bertanggung jawab penuh tehadap pelayanan purna jual dan sekurang-kurangnya selama 1 (satu) tahun terhadap jaminan mutu, daya tahan, kehandalan operasional atas barang yang dijualnya.


Pasal 9

Pedagang Besar dan Pedagang Pengecer Skala Besar dapat melakukan usahanya di DATI II
bermitra dengan usaha kecil.

Pasal 10

(1)
Pedagang di luar penggolongan sebagimana dimaksud pada Pasal 4 ketentuan ini tidak
diperkenankan melakukan kegiatan Pedagang Informal.
(2)
Pedagang Besar dan Pedagang Pengecer yang didirikan berdasarkan Penanaman Modal Asing tidak diperkenankan bertindak sebagai Importir Umum.


Pasal 11

(1)
Pedagang dilarang menimbun/menyimpan bahan pokok kebutuan masyarakat di dalam
gudang dalam jumlah melebihi kewajaran untuk tujuan spekulasi, sehingga akan merugikan kepentingan masyarakat.
(2)
Pedagang dilarang menimbun/menyimpan barang-barang yang sifat dan jenisnya berbahaya kecuali di tempat yang disediakan khusus untuk itu.


BAB IV
SANKSI
Pasal 12


(1)
Pelanggaran terhadap ketentuan di dalam peraturan ini, dikenakan sanksi berupa pencabutan Tanda Daftar Usaha Perdagngan (TDUP) atau Surat Izin Usaha Perdagngan (SIUP) sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 408/MPP/Kep/10/1997, atau sanksi lainnya sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu bagi :
a.       Pedagang Besar apabila melanggar ketentuan Pasal 2 ayat (2), Pasal 5, Pasal 6, Pasal 8, Pasal 9 dan Pasal 10;
b.      Pedagang Pengecer apabila melanggar ketentuan Pasal 3 ayat (2), Pasal 7, Pasal 8, dan Pasal 9.
(2)
Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 11, dikenakan sanksi tindak pidana ekonomi.


Pasal 13

1)
Ketentuan pelaksanaan lebih lanjut ditetapkan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam negeri;
2)
Dengan diberlakukannya Keputusan ini, maka semua ketentuan yang bertentangan dengan Keputusan ini dinyatakan tidak berlaku.


BAB V
PENUTUP
Pasal 14

Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman keputusan ini dengan
menempatkannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan : di Jakarta
Paada tanggal : 21 Januari 1998

MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN
REPUBLIK INDONESIA



T. ARIWIBOWO